Tangkal Radikalisme di Media Sosial, BNPT Beri Kajian Radikalisme-Terorisme Kepada 50 Duta Damai BNPT Sumatera Barat
Jakarta – Memberikan pemahaman mendalam terkait paham radikalisme dan terorisme kepada masyarakat menjadi tugas Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang telah diemban oleh pemerintah untuk mewujudkan Indonesia yang rukun, damai, dan sejahtera. Namun tugas ini perlu adanya dukungan dari seluruh stakeholder dari Kementerian/Lembaga di Indonesia dan juga seluruh lapisan masyarakat. Berkembangnya teknologi dan informasi saat ini menjadi kebutuhan umum masyarakat untuk mendapatkan informasi. Bertambahnya pengguna media sosial pun kini dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok intoleran untuk menyebarkan paham radikalisme dan ideologi anti Pancasila di dunia maya dengan tujuan untuk menimbulkan propaganda yang mengacu pada paham radikalisme dan terorsime.
Berpengaruhnya penyebaran paham radikalisme dan terorisme di dunia maya tidak membuat BNPT tinggal diam. Guna melakukan upaya pencegahan di media daring yang menyerang generasi milenial, BNPT menggandeng segenap putra-putri bangsa Indonesia di seluruh daerah untuk menjadi agen pesan perdamaian di dunia maya dengan menebarkan pesan-pesan perdamaian yang positif dengan kontra narasi yang mudah dimengerti masyarakat.
Untuk itu, Badan Nasional Penanggulangan Terorime (BNPT) melalui Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi memberikan pemahaman mendalam kepada 50 peserta regenerasi Duta Damai BNPT regional Sumatera Barat. Pemahaman terkait radikalisme dan terorisme dijelaskan langsung oleh Direktur Pencegahan BNPT, Brigjen Pol R. Achmad Nurwahid melalui Webinar yang dilaksanakan pada tanggal (22/09) siang di Jakarta.
Sebelum masuk lebih dalam mengenai pola perekrutan dan strategi pencegahan, Brigjen Pol R. Achmad Nurwahid terlebih dahulu mendeskripsikan arti dan sejarah masuknya paham radikalisme yang berujung pada aksi terorisme di Indonesia. Menurutnya, paham radikalisme yang muncul di tengah masyarakat diawali dari masuknya ideologi yang tidak sesuai dengan Pancasila dan ketidak benaran individu atau kelompok anti Pancasila yang menebarkan narasi kebencian yang ingin mengubah ideologi dan sistem Negara.
“Kelompok radikal ini ingin mengubah ideologi negara kita yakni Pancasila menjadi negara khilafah. Tentu ini sangat bertentangan dan tidak sesuai dengan negara kita yang memiliki 5 sila pedoman hidup bernegara yang memiliki ragam suku, agama, budaya. Jadi munculnya paham radikalisme dan aksi terorisme jangan disudutkan hanya dari satu agama saja, ini bukan keselahan agamanya, namun pemikiran individunya,” ujar Achmad Nurwahid.
Perkembangan kelompok radikal terorisme di Indonesia saat ini semakin massif dengan kecanggihan teknologi dan informasi. Hal ini dimanfaatkan oleh kelompok radikal untuk melakukan perekrutan dari media sosial yang mudah mempengaruhi generasi muda. Untuk itu, pemerintah kini juga menyesuaikan setiap rentetan aksi terorisme dan pergerakan jaringannya yang telah dikaji dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Tindak Pidana Terorisme.
Proses penyebaran paham radikalisme yang harus diketahui dan dipahami oleh para Duta Damai yakni terbagi menjadi 3 kategori. Pertama adalah Indoktrinasi yakni pendekatan keagamaan yang sifatnya masih umum dan terbuka, namun memiliki ciri-ciri dengan tidak membahas akhlak kebangsaan dan akhlak hubungan dengan manusia. Kedua, fase penghayatan (Militansi) dan Penguatan (Kristalisasi) yakni fase perekrutan, proses hijrah dengan menanamkan paham takfiri yang menimbulkan fanatisme dan militansi serta siap jihad. Ketiga, fase persiapan aksi dan Gerakan ekstrim (terorisme) adalah dengan merekrut dan melatih serta doktrin khusus (brainwash) serta sumpah berba’iat terhadat ihwan yang memiliki militansi tinggi untuk siap melakukan “amaliyah atau jihad”.
Untuk menghindari hal tersebut sebagai upaya pencegahan yang dilakukan oleh BNPT salah satunya dengan menetralisir paham-paham radikal perlu dilakukan Deradikalisasi dan Kontra radikalisasi. Kontra radikalisasi perlu dilakukan untuk membangun pertahanan diri agar tidak mudah terpapar ancaman paham radikal. Sedangkan Deradikasliasi diperlukan guna mengubah paham seseorang yang radikal menjadi tidak radikal. seperti yang dilakukan untuk tersangka, terdakwa, terpidana, narapidana mantan narapidana terorisme, atau orang atau kelompok yang sudah terpapar paham radikal terorisme. Tidak hanya itu Kesiapsiagaan Nasional juga perlu dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya tindak pidana terorisme melalui proses yang terencana, terpadu, sistematis, dan berkesinambungan. Kesiapsiagaan Nasional ini dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat, peningkatan kemampuan aparatur, pelindungan, dan peningkatan sarana prasarana, pengembangan kajian terorisme, serta pemetaan wilayah rawan paham radikal terorisme.
Sebelum menutup webinarnya, Direktur Pencegahan BNPT berharap agar para peserta Dunia Maya regional Sumatra Barat dapat memberikan pesan-pesan perdamaian yang mendunia serta menggandeng lebih banyak anak muda agar terus semangat dan menebarkan energi positif kebangsaan demi terciptanya Indonesia yang aman dan damai.
“Hadirin semuanya anak-anakku yang hebat-hebat, tetap semangat, bangkit. kalian semua orang-orang hebat, orang-orang luar biasa untuk melawan radikalisme dan terorisme. Gunakan segenap kemampuan ilmu dan keterampilan kalian untuk kontra narasi, kontra radikalisasi, untuk melawan mereka. Stop radikalisme! stop intoleransi! dan salam Pancasila!,” tutup Brigjen Pol. Achmad Nurwahid.