Kepala BNPT Silaturahmi dengan Menkumham RI, Utamakan Soft Approach dalam Program Deradikalisasi
Jakarta - Kepala BNPT, Komjen Pol. Dr. Boy Rafli Amar pada Selasa (9/06) sore mengadakan kunjungan silaturahmi dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Yasonna H. Laoly di Gedung Imigrasi, Kemenkumham, Jakarta Selatan. Pertemuan tersebut dihadiri pula oleh pejabat BNPT terkait antara lain Deputi Kerja Sama Internasional, Andhika Chrisnayudhanto, Direktur Penegakan Hukum, Brigjen Pol. Eddy Hartono, S.I.K., M.H., dan Kepala Bagian Hukum dan Hubungan Masyarakat, P. Citra Adi, S.H., M.H. Sementara itu jajaran Kemenkumham yang turut hadir adalah Direktur Jenderal Imigrasi, Jhoni Ginting, dan Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Reynhard SP Silitonga.
Menjalin silaturahmi semacam ini perlu diselenggarakan secara rutin mengingat koordinasi dengan Kementerian maupun Lembaga lain diperlukan dalam upaya penanggulangan radikalisme dan terorisme. Kemenkumham RI menjadi salah satu instansi yang berkaitan erat dengan BNPT, khususnya dalam program deradikalisasi yang termasuk di dalamnya berupa pendampingan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) tindak pidana terorisme mulai dari pembinaan di dalam lapas maupun pengawasan setelah keluar dari lapas. Implementasi dari kerja sama tersebut salah satunya adalah keberadaan Lembaga Pemasyarakatan Khusus Terorisme Kelas IIB Sentul yang sampai saat ini masih berjalan dan dikelola dengan baik.
Komitmen penuh kedua instansi untuk mengantarkan narapidana terorisme berikrar kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia terus dijadikan pedoman, seperti yang diterangkan oleh Menteri Hukum dan HAM RI, Yasonna H. Laoly saat pertemuan bahwa beberapa warga binaan dari Lapas Kelas IIA Pasir Putih, Nusakambangan baru-baru ini telah mendeklarasikan diri setia pada NKRI. Bukan hal mudah, banyak unsur pada tahapan deradikalisasi, mulai dari proses identifikasi, rehabilitasi, edukasi dan reintegrasi sosial yang perlu diperhatikan. Kedua pimpinan instansi beranggapan sama bahwa program deradikalisasi tersebut lebih efektif dilaksanakan jika mengutamakan pendekatan lunak atau soft approach dibanding pendekatan yang koersif dengan kekerasan.
Selain pembicaraan terkait berjalannya program deradikalisasi, fenomena kembalinya mantan WNI yang tergabung dalam Foreign Terrorist Fighters (FTF) dari Suriah juga muncul dalam diskusi sore ini karena kian mengkhawatirkan dan perlu segera ditangani secara serius dampaknya. Kepala BNPT menjelaskan bahwa dalam menangani permasalahan ini, fokus harus terpusat terhadap perempuan dan anak-anak berumur di bawah 10 tahun. Hal ini sangat disetujui oleh Menkumham, untuk itu ditambahkan bahwa perlu adanya pertukaran data dan koordinasi antar kedua instansi untuk menangani permasalahan kembalinya FTF tersebut.
Kepala BNPT juga menyempatkan diri untuk kembali mengingatkan bahwa seluruh elemen masyarakat harus berkontribusi dalam pencegahan radikalisme dan terorisme. Perlunya mengaktifkan cegah dini akan mewabahnya ideologi dan paham yang menyimpang dari NKRI kembali ditegaskan oleh Kepala BNPT kepada peserta pertemuan. Kepala BNPT kemudian menjelaskan kepada Menkumham RI terkait beberapa program pencegahan radikalisme dan terorisme yang akan dicetuskan, contohnya adalah pembentukan satuan tugas pencegahan. Direncanakan beberapa Ulama moderat akan turut serta menjadi salah satu bagian dari satgas tersebut yang akan dirangkul oleh BNPT untuk membuat narasi kontra radikalisme guna menangkal tersebarnya paham radikalisme dan terorisme di tengah masyarakat. Diharapkan dengan dibentuknya satuan tugas pencegahan ini, ruang-ruang publik akan terisi oleh narasi damai yang menyejukkan dan mempersatukan bangsa sehingga tidak memberikan celah sedikitpun bagi paham radikalisme dan terorisme untuk berkembang.