Kepala BNPT Anjurkan Bela Negara Sebagai Program Penangkal Radikalisme Bagi Pemuda - Pemudi
Garut - Generasi muda yang memangku harapan bangsa dari generasi sebelumnya di masa kini kian menghadapi ragam tantangan dan ancaman. Radikalisme salah satunya, menghantui generasi muda yang menjadi target dari kelompok-kelompok pemecah bangsa. Generasi muda perlu membekali diri dalam menghadapi gelombang radikalisme, dalam hal ini utilisasi kesadaran bela negara dapat menjadi tameng utama menangkal radikalisme.
Berpartisipasi dalam Web Seminar (Webinar) yang diselenggarakan oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga bersama dengan Universitas Prof. Dr. Moestopo Jakarta pada Rabu (29/7) pagi, Kepala BNPT, Komjen Pol. Dr. Boy Rafli Amar hadir sebagai pembicara secara online dari Garut, Jawa Barat. Selain Kepala BNPT, Webinar ini juga mengundang Prof Dr. Faisal Abdullah, Deputi Bidang Pemberdayaan Pemuda, Kemepora dan Prof Dr. H. Paiman Raharjo, M.Si., Guru Besar UPDM (B) sebagai pembicara dan Prof Effendi Gazali Ph. D., MPS.ID., Pakar Komunikasi Politik sebagai Moderator.
Webinar yang mengangkat tema ‘Pembinaan Kesadaran Bela Negara dan Menangkal Radikalisme’ dibuka dengan kata sambutan dari Menteri Pemuda dan Olahraga, Dr. H. Zainudin Amali, M.Si. Dalam sambutannya Menpora mengatakan kesadara membela negara perlu tumbuh di dalam diri sendiri dalam bentuk pikiran, perasaan, dan hati masyarakat Indonesia.
“Sekali lagi bela negara bukan berarti kita mengangkat senjata, berseragam militer, dan lain-lainnya tetapi menjaga diri kita, menjaga lingkungan kita, menjaga keluarga kita dari paham yang akan merusak keutuhan bangsa dan negara. Itu adalah bela negara jangan kita pernah merasa lelah, merasa capek merawat keutuhan bangsa kalau sudah mulai timbul rasa lelah rasa capek di antara kita maka eksistensi NKRI saya bisa pastikan akan melemah apalagi kita menjadi cuek dan acuh terhadap situasi yang ada di tengah masyarakat kita,” tutur Menpora.
Mengawali paparan, Kepala BNPT mengingatkan bela negara sebagaimana dituangkan pada UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, Pasal 9 ayat (1) dapat dimaknai sebagai sebuah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaan terhadap NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 demi keberlangsungan hidup bangsa dan negara. Bela negara bukan hanya sebagai kewajiban dasar warga negara, tetapi juga merupakan kehormatan bagi warga negara sebagai wujud pengabdian dan kerelaan berkorban kepada bangsa dan negara.
Menangkal radikalisme dengan bela negara adalah hal yang sangat memungkinkan, mengingat bela negara dapat menjadi sarana melawan berbagai ancaman yang mengancam keamanan manusia. Hal demikian disampaikan oleh Kepala BNPT dalam konteks terjadinya pergeseran ancaman dari dimensi ancaman militer menjadi ancaman yang bersifat non-militer.
“Situasi dan kondisi yang dihadapi tidak lagi bersifat militeristik karena aktor-aktor yang terlibat bukan lagi aktor negara tetapi berupa non-state actors dengan lingkup transnasional. Konsep bela negara perlu dikembangkan secara komprehensif karena permasalahannya bersifat multi sektor, seperti permasalahan narkoba, human trafficking, climate change, wabah penyakit, hingga radikalisme dan terorisme yang tentu saja tidak bisa dihadapkan oleh pendekatan militeristik semata,” ujar Kepala BNPT.
Radikal terorisme yang tersebar secara masif baik langsung maupun tidak langsung seperti penggunaan media online, menjadi titik rawan bahaya bagi individu maupun kelompok yang tengah dalam proses radikalisasi. Proses ini dapat terjadi pada seseorang yang tengah mencari jati diri, memiliki pemahaman ilmu yang kurang mendalam dan membuka diri pada ide-ide tertentu, tak terkecuali radikalisme.
Dalam hal ini bela negara perlu di kemas dalam suatu bentuk program yang bermuatan pencegahan dalam menghadapi infiltrasi radikal terorisme di tengah masyarakat, khususnya generasi pemuda-pemudi agar tidak terjerumus. Peran-peran dari berbagai kalangan diperlukan untuk mencapai program bela negara yang tepat sesuai dengan keahlian dan bidang masing-masing. Lebih lanjut, jika bela negara dituangkan dalam sebuah program, salah satu yang harus difokuskan tentu adalah bagaimana program bela negara dapat digalakkan sebagai bagian dari pencegahan penyebaran paham radikal terorisme di masyarakat yang dapat dikembangkan melalui penanaman nilai-nilai Pancasila, nasionalisme, cinta tanah air, dan juga penanaman sikap toleransi dan humanisme.
“Kita harus mampu memahami dan mengadopsi bahwa bela negara dapat menjadi sarana yang efektif untuk mencegah radikalisme, oleh karena itu, selain diseminasi ide-ide tentang kebangsaan dan nasionalisme, diseminasi tentang religiusitas juga perlu menjadi bagian dari program bela negara. Selain itu, pengembangan materi dan metode bela negara perlu dilakukan melalui pelibatan sosial (social inclusion) yang memperhatikan proses kognitif dan psikologi para peserta bela negara. Dengan demikian, menangkal penyebaran paham radikal terorisme tidak dapat dihadapi dengan pola tradisional (hard approach) tetapi harus dapat dilakukan secara kontekstual.” Pungkas Kepala BNPT.
Oleh karena itu, jika program bela negara yang diramu secara komprehensif ini dapat dilakukan oleh seluruh warga negara secara massif tentunya akan mampu meredam ancaman-ancaman tersebut sekaligus membentengi keutuhan Pancasila dan UUD 1945.