Berita Terbaru

BNPT Gelar Diskusi “Bahaya Virus Radikal Terorisme sebagai Ancaman untuk Masyarakat” Bersama Media Massa

BNPT Gelar Diskusi “Bahaya Virus Radikal Terorisme sebagai Ancaman untuk Masyarakat” Bersama Media Massa

Jakarta – Dalam rangka silaturahmi dengan media massa, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyelenggarakan diskusi dengan judul ‘Bahaya Virus Radikal Terorisme sebagai Ancaman untuk Masyarakat’. Diskusi yang dilaksanakan pada Rabu (10/06) siang dihadiri oleh Kepala BNPT, Komjen Pol. Dr. Boy Rafli Amar, M.H., Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof. Dr. KH Nasaruddin Umar, MA, PhD., dan Ketua Nasional Jaringan Gus Durian, Alissa Wahid yang hadir melalui video conference sebagai pembicara.

Kegiatan diskusi ini dilatarbelakangi dari persoalan kerukunan dan toleransi antarumat beragama. Pengabaian akan aspek kehidupan bermasyarakat tersebut dapat menghasilkan gangguan sosial, politik, dan keamanan di tengah masyarakat. Hal ini dapat menghasilkan intoleransi yang kemudian dapat berkembang menjadi radikal terorisme. Radikal terorisme yang kini dinilai sebagai virus yang hidup di tengah masyarakat perlu dikenali sehingga masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan dapat mencegah perkembangannya. 

Acara diawali dengan paparan Kepala BNPT terkait kebijakan, strategi dan upaya BNPT dalam mengikis potensi ancaman dan segala bentuk terorisme di wilayah NKRI. Sebagai leading sector dalam menanggulangi terorisme, BNPT melakukan berbagai upaya pencengahan dengan melibatkan K/L dari hulu hingga hilir permasalahan. “BNPT telah fokus melakukan penanggulangan terorisme di Indonesia dengan mengikuti perkembangan metode para pelaku di lapangan yang memiliki paham radikal. Hingga saat ini peran yang dilakukan BNPT yakni melalui program pencegahan, perlindungan, dan deradikalisasi, tak hanya penanganan aksi, BNPT pun juga menyiapkan kemampuan SDM yang dalam hal ini aparat berwajib dengan memberikan pembinaan kemampuan dalam penindakan, kerja sama internasional, dan rencana aksi sinergisitas 38 K/L untuk menghidupkan daerah-daerah tertinggal di Indonesia,” ujar Kepala BNPT.

Dari sisi pemahaman agama, Prof. Dr. KH Nasaruddin Umar, M.A., Ph.D. menjelaskan bahwa masyarakat saat ini banyak yang tersesat akan pemahaman agama. Masyarakat banyak yang terjebak pada penampilan bukan pendalaman agamanya, Imam Besar Masjid Istiqlal tersebut menilai bahwa semakin dalam pemahaman ilmu agama seseorang, maka orang tersebut cenderung lebih moderat. Padahal banyak tokoh pemuka agama Indonesia yang memiliki pahaman ajaran yang baik. “Saya ingin mengingatkan, mestinya semakin rasional masyarakat  itu seharusnya semakin moderat, bukan sebaliknya semakin moderat malah semakin radikal. Itulah yang menjadi dampak ideologi tadi itu,” ujar Profesor Nasaruddin.

Menambahkan melalui video conference, Alissa Wahid pun sepakat bahwa di masa pandemi COVID-19 ini ancaman terorisme juga masih mengancam bangsa. Sebelumnya, ISIS telah menyerukan tetap melakukan perlawanan kepada kaum thoghut. Peningkatan gerakan kelompok teror seperti JAT, MIT-Poso masih terjadi, terlebih adanya serangan kelompok teroris di Daha, Kalimantan Selatan pada pekan lalu. “Narasi kebencian di negara ini masih terjadi, dan terus diperbesar melalui kanal-kanal asing dengan model hoaks pandemi dan hate-speech kepada negara,” ucap Alissa Wahid di tengah sesi paparannya.

Menyikapi hal tersebut, BNPT sebagai lembaga pemerintah non-kementerian yang mengoordinasikan penanggulangan terorisme perlu memiliki langkah strategis dalam merespon adanya bahaya virus radikal terorisme sebagai ancaman untuk masyarakat yang dapat memicu timbulnya konflik-konflik horizontal maupun ketidakstabilan keamanan di Indonesia. 
Diskusi ini dibentuk untuk menggali dan memahami situasi dan kondisi bahaya virus radikal terorisme serta menghasilkan rekomendasi dari para pakar terkait langkah strategis yang perlu dilakukan BNPT. Dengan diskusi konstruktif yang interaktif dari pada narasumber di dalamnya, diharapkan dapat menghasilkan ide dan rekomendasi serta langkah strategis yang berangkat dari situasi dan kondisi toleransi antarumat beragama terkini di Indonesia.

Alissa Wahid memberi masukan kepada pemerintah untuk menggunakan pendekatan yang lebih kreatif dan merangkul seluruh elemen yang memiliki platform narasi moderat untuk menangkal paham radikal terorisme.

“Perlu pendekatan yang lebih komprehensif, tidak hanya penumpasan pada akar kelompok (radikal) tetapi juga laju ideologisasi ini. Perlu adanya kreativitas untuk meng-counter narasi kelompok radikal yang penuh dengan kebencian, tekanan, sentimen. Narasi sendiri datang dari berbagai level, dari yang soft hingga hard, disini dibutuhkan ruang, mitra atau stakeholders serta cara menyampaikan yang menarik bagi generasi muda. Di tingkat offline, ada komunitas lintas agama di daerah untuk membuat kampanye perdamaian,” tutup Alissa. Sebelum menutup diskusi, Kepala BNPT mengapresiasi kehadiran dan penyampaian materi oleh narasumber. Semangat keduanya menambah keyakinan BNPT untuk terus bersinergi menyuarakan narasi perdamaian.

Jun 10, 2020

Authoradmin