Berita Terbaru

Bekali PPRA LXI Tahun 2020, Kepala BNPT Ajak Peserta Dalami Perkembangan WNI Terasosiasi FTF dan Pengungsi Eks-ISIS di Suriah

Bekali PPRA LXI Tahun 2020, Kepala BNPT Ajak Peserta Dalami Perkembangan WNI Terasosiasi FTF dan Pengungsi Eks-ISIS di Suriah

Jakarta - Permasalahan WNI yang bergabung dengan organisasi teror ISIS sebagai tantangan negara menjadi salah satu materi yang perlu dipahami peserta didik Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas). Dalam hal ini Lemhannas mengundang Kepala BNPT sebagai panel dalam Diskusi Panel Peserta PPRA LXI Tahun 2020 pada Selasa(8/9) pagi.

Dalam lingkup pembahasan Hukum dan HAM, topik ‘Pro Kontra Pengembalian ISIS Eks WNI’ diangkat Lemhannas untuk diikuti 100 peserta didik. Selain dihadiri Kepala BNPT, Komjen Pol. Dr. Boy Rafli Amar sebagai salah satu Panel, Lemhannas turut menghadirkan Prof. Hikmahanto Juwana L.L.M., Ph.D., Prof. Dr. Indrianto Seno Adji, M.H., serta Irjen Pol Drs. Sumadi, M.Si., selaku panelis.

Digelar secara virtual, Kepala BNPT menyampaikan apresiasi terhadap Lemhannas atas pembekalan materi kepada peserta yang akan menjadi calon pemimpin-pemimpin Indonesia kelak. Pembekalan yang diberikan secara utuh dalam konteks lokal, regional, dan global diperlukan untuk memahami fenomena radikal terorisme.

“Sudah banyak sekali, ribuan anak bangsa yang ikut ‘bela negara’ lain dengan pergi keluar negeri dan sekarang ditampung di kamp pengungsian. Situasi ini sangat disayangkan, mau bela negara jadi seperti itu, lebih baik bela negara dengan memajukan Indonesia, bangun nasionalisme,” ujar Kepala BNPT.

Dalam pembekalan ini Kepala BNPT menyampaikan kondisi WNI yang tergabung menjadi Foreign Terrorist Fighters (FTF) di Suriah, Afghanistan, dan Filipina. Salah satu kondisi yang menyertai mereka ialah banyaknya jumlah anak-anak dan perempuan, dan ratusan WNI yang tidak dapat diketahui lokasinya. Situasi seperti ini tentunya tidak hanya menjadi permasalahan Indonesia, hal ini juga dirasakan 120 negara yang ikut menyumbang 30.000-42.000 total FTF yang terdampar di negara-negara tersebut. 

Hal ini menimbulkan setidaknya 3 permasalahan secara global yang harus dihadapi Indonesia yakni FTF Returnees, FTF Relocators, dan masalah kemanusiaan. Kembalinya FTF baik ke negara asal maupun ke negara ke tiga untuk kembali melakukan aksinya menjadi ancaman masa mendatang yang membutuhkan antisipasi dari seluruh pihak. Sementara itu keberadaan anak dan perempuan di tengah pusaran permasalahan juga membutuhkan perhatian yang sama.

“Jumlah anak dan perempuan yang cukup signifikan dalam bagian WNI terasosiasi FTF berpotensi menimbulkan permasalahan kemanusiaan, isu perlindungan anak salah satunya. Dalam UU No. 35 Tahun 2014, Pasal 59 dan Pasal 69B kita memberikan perlindungan khusus pada anak korban jaringan terorisme. Tapi tentu kita melalui proses assessment untuk alasan perempuan dan anak yang berangkat ke daerah konflik sebagai pertimbangan lanjut,” ujar Kepala BNPT. 

Dalam mengambil kebijakan terhadap situasi ini, saat ini melalui KBRI Ankara Indonesia telah menghadiri FTF Working Discussion dalam kerangka Global Coalition to Defeat ISIS. Dalam pertemuan tersebut telah ditawarkan beberapa kebijakan terkait FTF termasuk perempuan dan anak. Opsi-opsi tersebut meliputi kebijakan ‘do nothing’ yang memicu perhatian internasional terhadap komitmen Indonesia dalam konteks keamanan global, pengadilan oleh Pemerintah Suriah, membentuk ad-hoc International Criminal Tribunal, memberikan peran bagi International Criminal Court (ICC) atau repatriasi yang telah dilakukan sejumlah negara.

Pembekalan Kepala BNPT yang disampaikan kepada para peserta memicu serangkaian diskusi terkait kajian kondisi dan situasi FTF dan kebijakan-kebijakan dalam menghadapinya. Dalam pembekalan permasalahan FTF Eks-WNI Indonesia, para peserta diskusi disuguhi pengetahuan dan kondisi terkini yang dapat dipahami secara menyeluruh sehingga diharapkan ke depannya pemimpin-pemimpin negara kelak dapat mengambil langkah antisipasi bersama.

Sep 8, 2020

Authoradmin