Berita Terbaru

BNPT Gelar Seminar Penguatan Kapasitas dan Kompetensi Personil TNI/POLRI serta Instansi Terkait

BNPT Gelar Seminar Penguatan Kapasitas dan Kompetensi Personil TNI/POLRI serta Instansi Terkait

Mataram – Direktorat Pembinaan Kemampuan, Subdit Penggunaan Kekuatan BNPT menggelar seminar Penguatan Kapasitas dan Kompetensi Personil TNI/POLRI Serta Instansi Terkait dalam rangka mendukung penanggulangan Terorisme di Hotel Golden Palace, Mataram, NTB. Acara seminar berlangsung dari tanggal 9 - 10 Maret 2021 yang dibagi dalam beberapa sesi acara. Kegiatan hari pertama diisi dengan pemaparan oleh beberapa narasumber diantaranya Kepala Seksi Pengelolaan Sistem Informasi Subdirektorat Pengembangan Sistem Operasi Direktorat Pembinaan Kemampuan Koopssus TNI, Biro Ops Polda NTB, Sat 81-Gultor Kopassus TNI AD, Denjaka TNI AL, dan Satbravo-90 TNI AU.

Propaganda radikalisme telah tersebar di seluruh wilayah Indonesia tanpa memandang agama, suku bahkan gender. Salah satu wilayah di Indonesia yang patut mendapat perhatian lebih adalah Nusa Tenggara Barat. Beberapa jaringan terorisme yang berada di wilayah NTB bahkan berafiliasi dalam tiga kelompok terorisme besar yakni Jamaah Ansharut Daulah (JAD), Jamaah Ansharut Khilafah (JAK), serta Jamaah Islamiyah (JI). Kasus terorisme terbaru di NTB terjadi pada Juni 2020 saat dua orang terduga teroris yang berencana ingin melakukan penyerangan, terhadap Markas Komando (Mako) TNI-POLRI berhasil digagalkan.
 
Seminar hari pertama dibuka oleh Plt. Kasubdit Pengembangan Sistem Operasi (Bangsisops) Kol. Mar. Edy Cahyanto mewakili Direktur Pembinaan Kemampuan BNPT, Drs. Imam Margono. Dalam sambutannya, Imam menekankan pentingnya koordinasi dan sinergi dalam usaha penanggulangan terorisme. Sinergi dan kesiapsiagaan antar seluruh stake holder termasuk polri, tni, dan pemerintah daerah adalah kunci keberhasilan agar ideologi yang menyesatkan tidak semakin tersebar di bumi pertiwi khususnya di NTB. “Bersiapsiagalah, Fenomena terorisme ini memang kuantitasnya terlihat semakin kecil, akan tetapi kualitasnya semakin kuat” ucap Plt. Kasupdit Bangsisops dalam sambutannya.

Sesi pertama berisi materi tentang Strategi dan Kebijakan Penanggulangan Terorisme di Indonesia yang dibawakan oleh AKBP. Dr. Ikhwanuddin, ST., MM. Dalam paparannya, beliau menjelaskan faktor – faktor penyebab radikalisme serta pesan - pesan propaganda yang biasa dilakukan oleh kelompok radikal untuk merekrut anggota. Evolusi jaringan terorisme akan terus terjadi. Tekanan dan kemampuan keuangan berpengaruh terhadap evolusi tersebut. “Terorisme global melemah, namun di Indonesia JI yang sempat melemah muncul kembali, ini membuktikan terorisme di Indonesia memiliki ideologi dan militansi yang sangat kuat untuk mengejar arah perjuangan awal DI/TII era Presiden Soeharto” ungkap Kasi Bangsisops BNPT. Maka dari itu, dibutuhan kontrol kuat dari stake holder terhadap kegiatan di Masjid wilayah NTB, mengingat pola pergerakan dan penyebaran terorisme banyak terjadi di Masjid. Hard approach efektif dalam mencegah terjadinya aksi terorisme, namun berpotensi melahirkan radikalisme dan terorisme baru. 

Soft approach efektif dalam menanggulangi radikalisme dan terorisme, namun belum sepenuhnya menyentuh basis radikalisme. Maka dari itu metode penanggulangan terorisme secara soft approach dan hard approach harus dilakukan secara seimbang. Dalam paparannya, beliau menjelaskan beberapa langkah yang telah dilakukan guna menanggulangi masalah terorisme. Langkah – langkah tersebut diantaranya, mengoptimalkan deteksi dini, menciptakan lingkungan aman, menutup ruang untuk melakukan penyebaran paham radikal yang mengarah pada terorisme, serta mendorong ekonomi kreatif dengan pengoptimalan dana desa. 

Salah satu peserta seminar yaitu anggota Bintara Pembina Desa ( Babinsa ) Penatoi Bima NTB berkesempatan untuk membagikan pengalamannya selama bertugas terkait dengan paham radikal. Ia menceritakan pengalamannya tentang kelompok radikal di wilayah NTB yang mulai banyak menguasai kepengurusan Masjid di wilayahnya. Ia turut menyampaikan aspirasi masyarakat akan keinginan mereka untuk sebuah kebijakan yang akan menetralisis jaringan teroris yang sudah menguasai banyak masjid. BNPT memiliki 3 Grand Strategy dalam upaya pencegahan terorisme secara preventif. Strategi tersebut terdiri dari kesiapsiagaan nasional, kontra-radikalisasi dan deradikalisasi. Seminar ini merupakan aksi nyata BNPT dalam aspek kesiapsiagaan nasional di wilayah NTB dengan tujuan agar setiap aparat negara yang bertugas di wilayah ini dapat memperkuat koordinasi dan sinergi yang telah dibentuk. 

Ada 3 rekomendasi upaya pencegahan kelompok radikal yang diberikan BNPT untuk dapat diterapkan oleh aparat negara di wilayah NTB. 3 hal tersebut meliputi pencegahan primer, sekunder dan tersier. Pencegahan primer terdiri dari deteksi dini, menciptakan lingkungan yang aman, bekerjasama dengan ulama, mengawasi barang dan orang, dan pembinaan generasi muda. Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan meningkatkan sinergitas polisional antar stake holder untuk saling bertukar informasi terkait pengungkapkan kasus terorisme. Terakhir, Pencegahan tersier adalah langkah – langkah dukungan aparat negara di NTB dalam program deradikalisasi dan program integrasi mantan mitra deradikalisasi untuk kembali ke masyarakat.

Sesi dua dibuka oleh Biro Operasi Polda NTB yang membawakan materi tentang Kebijakan dan Strategi Penggunaan Kekuatan Polda NTB dalam rangka Penanggulangan Terorisme. Polri adalah “leading sector” penanganan tindak pidana terorisme di Indonesia. Antisipasi yang dilakukan oleh Polda NTB diantaranya melakukan deteksi dini, melaksanakan tindakan preventif terorisme, dan penegakan hukum. Beliau juga mengatakan perlu adanya koordinasi internal dan eksternal. Koordinasi internal antara Polda dan Mabes Polri, sedangkan koordinasi eksternal adalah koordinasi dengan BNPT, BIN hingga Interpol. 

Narasumber ketiga adalah perwakilan dari Komando Operasi Khusus (Koopssus) TNI, Asintel. Dalam paparannya, Asisten Intelijen (Asintel) tersebut mengatakan TNI adalah kekuatan pertama pertahanan NKRI. Maka dari itu, TNI terus bertransformasi menjadi kekuatan pertahanan yang tangguh untuk menjaga kedaulatan wilayah NKRI. Akan tetapi, TNI juga memegang peranan penting dalam membantu Polri menangani masalah terorisme. “TNI tidak hanya akan bersikap pasif dalam hal penanggulangan terorisme tapi melihat secara lebih luas dalam mengatasi aksi terorisme,” ungkap beliau dalam paparannya. 

Terdapat 4 Strategi Koopssus TNI dalam mendukung penanggulangan terorisme diantaranya memperkuat kemampuan penyelenggaraan operasi khusus, memperkuat peran dan fungsi koopssus, memperkuat interoperability satuan khusus TNI, serta memperkuat sinergi dengan stakeholder terkait. Strategi tersebut bertujuan agar kegiatan terorisme tidak lagi mengancam keutuhan NKRI. Koopssus juga fokus pada beberapa isu strategis terkait terorisme, diantaranya aktualisasi koopsussus TNI dalam penanggulangan aksi terorisme di dalam dan di luar yurisdiksi NKRI, skema dan kriteria keterlibatan masih bias tanpa legalitas UU perbantuan/UU yang mengatur Operasi Militer Selain Perang ( OMSP ), serta sinergi stakeholders sebagai kunci keberhasilan penanggulangan aksi terorisme. Terorisme adalah borderless crime, tidak mengenal bangsa dan negara. Maka dari itu, Koopssus ingin hadir secara global untuk melindungi kepentingan nasional dari ancaman terorisme. 

Sesi 3 dibuka dengan materi Peran dan Fungsi Satuan 81 Kopassus dalam Penindakan Terorisme. Sifat ancaman dari aksi terorisme tidak terbatas pada tindak pidana, namun sebagai ancaman terhadap pertahanan NKRI. Maka dari itu, Negara harus melibatkan militer dalam penanggulangan terorisme dalam dua kerangka : militerisasi penuh dan perbantuan terhadap otoritas penegak hukum. Aksi terorisme bukan hanya tindak pidana tetapi juga ancaman terhadap petahanan keamanan negara. Dibutuhkan penanganan yang bersifat menyeluruh dan harus diselesaikan dengan tuntas.

Narasumber selanjutnya adalah, Pasops Denjaka. Denjaka TNI memiliki tugas pokok untuk membina kemampuan dan kekuatan dalam rangka melaksanakan tugas anti teror, anti sabotase, dan klandestin yang beraspek laut serta tugas – tugas khusus lainya atas perintah panglima TNI. 

Narasumber terakhir pada sesi ini adalah Letkol (Pas) Yosafat Soelya, S.E., M.Tr ( Han ), CTMP. Satbravo 90 Paskhas adalah pelaksana operasi anti teror dan bajak udara TNI AU serta sebagai sumber daya nasional berkemampuan anti teror dan penanggulangan teror.

Seminar ditutup dengan studi kasus fenomena 1st 7 Minutes Terror mengangkat salah satu tragedi terorisme di New Zealand. Dari tragedi tersebut, dapat disimpulkan New Zealand berhasil menyelesaikan kasus terorisme dalam kurun waktu 6 bulan. Keberhasilan ini menunjukkan komitmen yang kuat sebagai bangsa dan menganggap terorisme sebagai musuh bersama. Selain itu, strong leadership dari pemerintah New Zealand yang memiliki empati besar terhadap korban teror juga merupakan faktor utama dari keberhasilan penanganan terorisme.  Kegiatan terorisme terjadi secara tiba – tiba atau tidak terdeteksi, well trained dengan persenjataan lengkap, sasaran obyek strategis, dilakukan secara brutal dan kebanyakan tragedi teror diakhiri dengan bunuh diri. 

Guna mengantisipasi hal tersebut, pelatihan bersama penanggulangan terorisme di tingkat daerah perlu dilakukan. Tujuannya adalah agar setiap aparatur negara terkait memahami sistem komando mitigasi teror. Selain itu, pelatihan tersebut juga penting dilakukan untuk melatih sistem yang disusun dalam situasi tanggap darurat dan melihat kuantitas serta kualitas sumber daya yang dapat dilibatkan.

 “Jika kita ingin ada kedamaian, kita harus siap menindak mereka. Pertanyaannya apakah kita sudah benar – benar siap? Apakah kapasitas kita sudah siap untuk itu. Materi terakhir ditutup dengan pernyataan sekaligus pertanyaan yang membangkitkan semangat para stake holder untuk terus meningkatkan kapasitas dan kompetensi dalam hal menanggulangi terorisme. 
Kekuatan perang melawan terorisme harus tersebar di seluruh wilayah NKRI namun juga terpusat dan terkoordinasi dengan baik.

Mar 9, 2021

Authoradmin