BNPT Dukung Ratifikasi International Convention Against the Taking of Hostages
Badung, Bali - Penyanderaan merupakan salah satu bentuk kejahatan yang kerap kali digunakan oleh para teroris untuk mencapai tujuannya. Beberapa kejadian penyanderaan di berbagai belahan dunia membuktikan bahwa penyanderaan yang disertai tindakan perampasan kemerdekaan, disertai ancaman terhadap korban merupakan salah satu bentuk teror yang harus direspon secara serius.
Peristiwa penyanderaan oleh kelompok teroris masih berpotensi terjadi dan tidak ada jaminan terbebas di berbagai belahan dunia manapun. Dalam kerangka hukum internasional yang berkaitan dengan penyanderaan telah diatur dalam International Convention Against the Taking of Hostages yang telah disahkan pada tahun 1979. Indonesia sendiri belum melakukan ratifikasi terhadap perangkat hukum yang erat kaitannya dengan kejahatan terorisme tersebut, padahal Indonesia menjadi leading shepherd penanggulangan terorisme di kawasan Asia Tenggara.
Demi menguatkan komitmen dalam menindak penyanderaan yang dilakukan oleh kelompok teroris dan penegakan HAM Indonesia di kancah internasional, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melalui Direktorat Perangkat Hukum Internasional menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) Rencana Ratifikasi International Convention Against the Taking of Hostages, berpusat di Grand Hyatt Nusa Dua, Kamis (17/12/2020).
FGD yang melibatkan K/L terkait dan akademisi dari Universitas Padjajaran ini membahas urgensi, mekanisme permohonan ratifikasi, dan naskah akademik sebagai acuan dalam proses ratifikasi konvensi tersebut. Ratifikasi International Convention Against the Taking of Hostages ini dinilai dapat memperkuat sistem hukum nasional dalam mencegah tindakan penyanderaan dan meningkatkan kerjasama internasional dan antar negara dalam rangka mananggulangi dan menangani kasus penyanderaan.
Melalui FGD tersebut, Kepala BNPT, Komjen Pol. Dr. Boy Rafli Amar, M.H., berharap Indonesia kelak memiliki Undang-Undang khusus tentang kejahatan penyanderaan.
“Melalui FGD ini diharapkan (Indonesia) dapat memiliki Undang- Undang khusus tentang kejahatan penyanderaan yang juga dikategorikan dalam kejahatan terorisme,” ungkap Boy Rafli dalam keynote speech-nya.