BNPT Bersama Laboratorium Psikologi Politik Fakultas Psikologi UI dan INFID Melakukan Reviu RATs Deportan dan Returnee Eks ISIS
Jakarta - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
melihat pentingnya sebuah tolak ukur dalam menghitung resiko dan kebutuhan deportan serta returnee eks ISIS.
Berkaitan dengan hal ini, BNPT telah bekerja sama dengan Laboratorium Psikologi Politik Fakultas Psikologi Universitas Indonesia dan INFID melakukan reviu terhadap Risk Assesment Tools (RATs) deportan dan returnee eks ISIS pada hari Selasa (26/10).
Perlu diketahui RATs dipakai dalam upaya penguatan dan peningkatan efektivitas peran pemerintah dan organisasi masyarakat dalam menangani deportan dan returni ISIS. Nantinya alat ini akan mengukur resiko serta kebutuhan deportan dan returnee. Instrumen ini nantinya membantu BNPT selalu lembaga koordinator penanggulangan terorisme di Indonesia, juga lembaga terkait dalam pengambilan keputusan dan tindakan selanjutnya.
Dipimpin oleh Direktur Deradikalisasi BNPT, Prof. Dr. Irfan Idris, M.A., didapati RATs masih mengukur resiko ideologi, belum menyentuh pada segi psikososial, ekonomi, serta kesiapan integrasi. Selain itu, RATs juga membutuhkan standar operasional prosedur, serta dispesifikkan sesuai dengan kondisi deportan dan returnee.
"Substansi alat ukur ini akan membuka pikiran mereka kenapa menolak pancasila dan seterusnya. Kita harus meminta mereka agar lebih global tentang pemahaman terkait empat konsensus bangsa, bagaimana ideologi pancasila mempertahankan keutuhan NKRI," ucap Irfan Idris.
Deportan ISIS adalah simpatisan atau pendukung ISIS yang berniat tinggal di wilayah yang (dulunya) dikuasai oleh ISIS, tapi kemudian ditangkap dan dipulangkan dari negara transit. Sementara itu returneesadalah WNI yang berhasil masuk dan tinggal di wilayah yang (dulunya) dikuasai ISIS di Iraq dan Syria.