Menjadi Agen Perdamaian, FKPT Gelar Diskusi Pencegahan Radikalisme Terorisme Untuk Perempuan
Samarinda - Perkembangan kasus terorisme menunjukkan potensi terekrutnya perempuan dan anak-anak ke dalam jaringan pelaku semakin besar. Peran perempuan dalam aksi teror tidak lagi sebagai perantara ataupun pelindung dari para suaminya yang juga teroris, namun perempuan dipaksa dan dicuci otaknya untuk menjadi pelaku aktif dalam aksi teror. Kasus terorisme yang melibatkan kaum perempuan cenderung meningkat dalam beberapa tahun terakhir ini. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) memandang pentingnya melakukan program mitigasi pencegahan dan deradikalisme agar berdampak secara komprehensif mulai dari hulu hingga hilirnya.
Berdasarkan latar belakang kasus tersebut, sebagai Lembaga Negara yang bertugas mencegah paham radikalisme terorisme di tanah air, BNPT terus berupaya berkoordinasi dan menggandeng seluruh elemen masyarakat untuk mencegah masuknya paham tersebut di keluarga dan lingkungan masyarakat. BNPT menilai peran perempuan dan pemuda sangat penting dalam mewujudkan perdamaian dunia dalam pencegahan radikalisme dan terorisme. Untuk itu, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melalui Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Bidang Perempuan dan Anak Provinsi Kalimantan Timur, pada Kamis (03/12) menggelar diskusi dalam rangka ikut berperan secara aktif menanggulangi radikalisme dan terorisme terutama dalam hal pencegahan dengan tema “Perempuan Agen Perdamaian” di Grand Ballroom Hotel Mercure Samarinda. Acara ini melibatkan 90 peserta dari 25 organisasi yang terdiri dari organisasi perempuan lintas agama, tokoh perempuan dari unsur Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, perkumpulan perempuan TNI Polri.
Direktur Pencegahan BNPT, Brigjen Pol R. Ahmad Nurwahid hadir memberikan sambutan dan arahan kepada para peserta. Ahmad Nurwahid mengungkapkan, tema perempuan sebagai agen perdamaian ini sangat penting karena perempuan adalah garda terdepan di dalam membangun generasi muda penerus bangsa. Terlebih radikal terorisme seringkali menyasar generasi muda, karena generasi muda atau generasi milenial ada di fase masa pertumbuhan yang sangat dinamis, memiliki militansi tinggi, mudah terpengaruh oleh lingkungan, mudah menerima tantangan, dan masih mencari jati diri mereka.
”Fase pertumbuhan generasi muda kita sangat dimanfaatkan oleh kelompok radikal teroris untuk melakukan radikalisasi dan doktrinisasi yang menyasar pada generasi muda anak bangsa, mulai dari generasi X, Milenial, dan Z, disinilah relevansi pentingnya seorang ibu di dalam mengontrol, memprotek, dan membina anak-anaknya mereka di dalam mengimunisasi putra-putrinya terhadap bahaya paham radikalisme terorisme. Peran para ibu ini sangat vital dalam mendidik karakter kebangsaan, akhlak, dan budi pekerti anak,” ungkapnya.
Tak hanya itu, Brigjen Pol R. Ahmad Nurwahid juga mengingatkan bahwa perempuan memiliki karakter yang lebih dominan daripada laki-laki, dalam kasus terorisme seringkali kaum perempuan lebih radikal dan militant dibandingkan laki-laki, hal ini terjadi karena karakter emosional yang menyebabkan wanita bisa memiliki totalitas dalam bekerja. Hal itu menyebabkan perempuan kini rentan direkrut jadi anggota terorisme, terlbih penyebaran paham radikal intoren saat ini tidak hanya dilakukan secara tatap muka namun juga melalui media online.
Senada dengan Ketua FKPT Kalimantan Timur, Achmad Jubaidi menilai pelibatan perempuan sebagai agen perdamaian ini dilakukan karena perempuan merupakan salah satu sekolah pertama untuk keluarga dalam mencegah paham radikalisme menuju pada paham terorisme. Kegiatan dengan tema yang sama sudah diselenggarakan untuk ketiga kalinya oleh FKPT Kaltim. Dari kegiatan ini diharapkan para tokoh penting perempuan yang hadir dapat mengimplementasikan informasi dari para narasumber yang hadir mulai dari anggota keluarga dan lingkungan masyarakat agar genegrasi muda bangsa Indonesia berakhlak baik dan mencintai NKRI.
Pergerakan radikalisme dan terorisme tidak hanya dipengaruhi oleh lingkungan strategi nasional, namun ada keterlibatan lingkungan regional maupun global. Perkembangannya pun sangat dinamis dan dipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya di media sosial. Media sosial saat ini masih menjadi sarana yang paling efektif untuk menghasut generasi muda agar terpapar paham radikal, setidaknya angka pengguna internet di Indonesia sudah mencapai di atas 140 juta orang dan 90 persenya lainnya memiliki akun media sosial.
Kepala Subdirektorat Pemberdayaan Masyarakat BNPT, Andi Intang Dulung, mengingatkan perempuan atau seorang ibu untuk terus meningkatkan kewaspadaan pada saat berselancar di dunia maya. Penyebaran konten propaganda dan intoleran di media sosial inilah yang juga perlu diwaspadai oleh perempuan agar dapat mengingatkan serta mengawasi anak-anak mereka dalam menggunakan media sosial, terlebih teruntuk generasi muda atau masyarakat yang senang belajar ilmu agama melalui sosial media.
“Dengan adanya ini media sosial yang banyak sebetulnya banyak positif negatifnya,kalua tidak diawasi dan diberikan pemahaman akan radikal intoleran dikhawatirkan akan berdampak lebih buruk kepada ibunya sendiri atau generasi dalam keluarganya. ini sangat penting Ketika, mendapatkan informasi lewat media sosial itu perlu disaring dan di cek terlebih dahulu, jangan menyebarkan konten-konten berbahaya, peran ibu itu sangat penting karena Ibu itu sangat dekat dengan keluarga, melihat fenomena ibu itu perempuan maka perlu diberikan pemahaman seperti ini terlebih di kondisi pandemi seperti ini yang banyak dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok intoleran untuk menyebaran konten-konten berpaham radikal,” tutup Andi Intang.
Acara ditutup dengan Deklarasi Perempuan Agen Perdamaian yang diikuti oleh seluruh peserta sebagai bentuk komitmen keikutsertaan mereka dalam upaya mencegahan masuknya paham radikalisme terorisme dan merawat keutuhan bangsa Indonesia.