Meningkatkan Partisipasi dan Sinergisitas Pelaksanaan RAN PE, Kepala BNPT : Kita Mengedepankan Soft Approach
Jakarta – Dalam upaya pencegahan dan penanggulangan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme terus dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebagai strategi yang komprehensif untuk memastikan langkah yang sistematis, terencana, dan terpadu dengan melibatkan peran aktif seluruh pemangku kepentingan dalam mengikis mata rantai penyebaran radikalisme, ekstremisme, serta aksi terorisme di Indonesia. Untuk mewujudkan Indonesia yang damai dan tenteram, BNPT terus bekerja untuk mewujudkan cita-cita negara tersebut, salah satunya dengan membuat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN PE), yang telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 6 Januari 2021 lalu.
Untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat akan bahayanya ancaman ekstremisme, bertempat di Jakarta, Jumat (5/2/2021) BNPT menggelar talkshow bersama Kelompok Ahli BNPT (Pok Ahli) dan Media Massa untuk mensosialisasi Perpres RAN PE kepada masyarakat. Dalam kegiatan ini Kepala BNPT, Komjen Pol. Dr. Boy Rafli Amar, M.H., hadir sebagai narasumber, yang juga didampingi oleh Andhika Chrisnayudhanto selaku Deputi Bidang Kerja Sama Internasional BNPT, dan salah satu Kelompok Ahli BNPT, Prof. Azyumardi Azra yang hadir secara daring.
Semakin meningkatnya ancaman ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme di Indonesia menjadi landasan hadirnya Perpres Nomor 7 Tahun 2021. Hal tersebut disampaikan oleh Kepala BNPT sebagai bentuk tanggung jawab negara kepada warga negaranya untuk menciptakan rasa aman di lingkungan masyarakat dari ancaman radikal terorisme, dan menjaga stabilitas keamanan nasional menjadi salah satu alasan lahirnya Perpres Nomor 7 Tahun 2021 ini.
Lebih lanjut Boy Rafli juga menekankan RAN PE mengedepankan pendekatan lunak (soft approach) dalam menanggulangi Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme.
“Pendekatan soft approach yang BNPT lakukan tentu dengan menjunjung prinsip HAM, supremasi hukum dan keadilan, tata kelola pemerintahan yang baik, partisipasi pemangku kepentingan yang majemuk, serta kebhinnekaan dan kearifan lokal dan melibatkan kementerian/lembaga yang terkandung dalam RAN PE, sebagai serangkaian program yang terkoordinasi (coordinated programmes) yang akan dilaksanakan oleh berbagai kementerian/lembaga (K/L) terkait guna memitigasi ekstremisme berbasis kekerasann yang bersifat melengkapi berbagai peraturan perundang-undangan nasional terkait dengan tindak pidana Terorisme,” ujar Boy Rafli.
Deputi Bidang Kerja Sama Internasional juga menjelaskan, strategi dan program utama RAN PE dalam mencapai sasaran/tujuannya secara kongkrit tertuang dalam 3 Pilar, yaitu Pilar Pencegahan, yang terdiri dari Kesiapsiagaan, Kontra Radikalisasi dan Deradikalisasi, Pilar Penegakan Hukum, Pelindungan Saksi dan Korban dan Penguatan Kerangka Legislasi Nasional, dan Pilar Kemitraan dan Kerja Sama Internasional. Tidak hanya itu, untuk strategi RAN PE selanjutnya dengan membentuk Sekretariat Bersama sebagai unit pelaksana RAN PE untuk mengoordinasikan, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan RAN PE di kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah.
“Terdapat 130 rencana aksi dari 3 pilar tersebut dengan mengedepankan soft approach yang terdiri dari 90 Aksi dalam Pilar Pencegahan (Kesiapsiagaan, Kontra Radikalisasi dan Deradikalisasi) yang memiliki 8 fokus, diantaranya penguatan data pendukung, peningkatan daya tahan kelompok rentan, peningkatan program deradikalisasi di dalam dan luar lapas. 30 aksi dalam Pilar Penegakan Hukum, Pelindungan Saksi dan Korban dan Penguatan Kerangka Legislasi Nasional yang memiliki 5 fokus, diantaranya penguatan koordinasi, peningkatan kapasitas, pelindungan saksi dan korban, penyelarasan hukum dan kerangka legislasi nasional. Serta 15 aksi pada Pilar Kemitraan dan Kerjasama Internasional yang memiliki 2 Fokus, yaitu peningkatan kapasitas kemitraan dan peningkatan Kerjasama internasional,” jelas Andhika Chrisnayudhanto.
Dalam kesempatan ini, Prof. Dr. Azyumardi Azra juga memberikan arahan dan masukan kepada pemerintah untuk pelaksanaan rencana aksi yang efisien. Sebagai perwakilan civil society, sosialisasi Perpres Nomor 7 Tahun 2021 ini penting dilakukan dan diinformasikan kepada masyarakat untuk meluruskan cara kerja dari Perpres ini.
“Perpres Nomor 7 Tahun 2021 ini sudah lama ditunggu, pertama dalam rangka mensolidkan koordinasi antara kementerian lembaga, karena beberapa tahun ini BNPT selalu rutin melakukan koordinasi, melakukan kerja sama, melakukan sinergi dengan kementerian lembaga termasuk juga dengan masyarakat, dan saat ini dengan adanya Perpres ini saya kira kerjasama koordinasi di antara berbagai pemangku kepentingan ini menjadi lebih kuat, menjadi lebih legal, karena memiliki dasar hukum yang kuat,” ungkap Azyumardi.