BNPT Gelar FGD Peraturan BNPT Tentang Koordinasi Pemulihan Korban Tindak Pidana Terorisme
Jakarta - Subdit Pemulihan Korban Aksi Terorisme pada Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melaksanakan kegiatan Focus Grup Discussion (FGD) terkait Peraturan BNPT tentang Koordinasi Pemulihan Korban Tindak Pidana Terorisme, Kamis (18/02/2020).
FGD ini dibuka langsung oleh Kasubdit Pemulihan Korban Aksi Terorisme, Kol (Czi) Roedy Widodo. Dalam pembukaannya, Roedy Widodo menyampaikan hal terkait pengubahan terminologi Tim Koordinasi Pemulihan.
"Terminologi ini diusulkan untuk dirubah menjadi Satgas. Hal ini dikarenakan terminologi Satgas sudah umum digunakan di lingkungan BNPT. Lebih lanjut, LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) juga telah membentuk Satgas Reaksi Cepat untuk mendukung perluasan fungsi koordinasi," ujarnya.
Menurutnya koordinasi program pemulihan korban melibatkan peran aktif akademisi dan tokoh masyarakat. Hal ini sesuai dengan tujuan Peraturan Badan (Perban) yaitu mendukung pelaksanaan pembinaan dan pembekalan kepada penyintas.
Roedy juga menyebutkan terminologi tanggap darurat diusulkan untuk masuk ke dalam rumusan Perban karena merupakan salah satu tahapan pemulihan korban setelah kejadian tindak pidana terorisme.
Kasubdit Pemulihan Korban Aksi Terorisme BNPT itu juga menyebutkan usulan terkait penghapusan restitusi dalam ketentuan umum. Menurutnya restitusi kurang sesuai dengan tujuan pembentukan Perban.
"Mengingat restitusi merupakan kerugian yang diberikan oleh pelaku tindak pidana terorisme dan sifatnya tentatif atau sesuai hasil putusan pengadilan," ujarnya.
Dalam FGD ini, Roedy mengingatkan pentingnya peran pimpinan daerah dalam membantu pemulihan korban terorisme. Peran tersebut menurutnya harus disebutkan dalam draft Perban.
"Sesaat setelah terjadinya tindak pidana terorisme, Pemerintah Daerah dapat memberikan reaksi cepat dalam memberikan tindakan dan penyaluran bantuan awal," ungkapnya.
Untuk korban tindak pidana terorisme di luar negeri, Roedy juga mengharapkan adanya hak yang sama seperti korban WNI di dalam negeri.